Apakah anda ingin ada kebebasan menyampaikan pendapat pribadi tanpa harus takut ditangkap ? Apakah anda ingin bebas melaksanakan syariat agama tanpa harus pusing dengan aturan negara ? Apakah anda ingin ada kebebasan mencari nafkah tanpa diatur persaingan yang tak sehat seperti monopoli atau oligopoli? Apakah anda membenci oligarkhi kekuasaan? apakah anda benci dengan partai yang mendikte kekuasaan sehingga memberikan akses pengusaha menikmati rente ekonomi nasional? Apakah anda membenci kelas dalam masyarakat?
Apakah anda membenci diktator ekonomi dalam bentuk penguasahaan tekhnologi dan modal? apakah anda membenci batasan kebebasan menikmati hak pribadi seperti hiburan dan budaya ? apakah anda membeci kekuasaan kuat karena modal dan modal hidup karena kekuasaan? Apakah anda marah bila ada eklusifitas sosial dan agama ? apakah anda tidak suka pemimpin yang patuh kepada partai ? Apakah anda tidak suka bila demo di batasi dan di tangkap ? apakah anda marah bila suara azan pakai speaker membahana di larang ? Apakah anda tidak suka negara terlalu kuat mengatur segala galanya ? Apakah kamu membenci komunisme ?
Nah kalau jawaban anda adalah YA, maka kamu telah menjadi bagian dari paham NEOLIBERAL. Ini paham yang berasal dari liberalisme. Paham dari adanya sistem politik yang demokratis. Sebetulnya neoliberal sebagai kelanjutan dari liberalisme bukan hanya soal ekonomi tapi juga berhubungan dengan sosial, politik dan agama. Kebebasan Pasar hanyalah contoh atas metodelogi aplikasi neoliberal dalam menerapkan kebebasan untuk bidang lain. Kalau ada ekses negatif dari neoliberal maka itu sebetulnya bukanlah salah neoliberal nya tapi karena sifat rakus yang menjadikan kebebasan untuk menguasai segala galanya.
Tapi sejarah juga mencatat kekuasaaan yang didirikan karena idiologi atau dogma, agama yang membuat negara terlalu kuat hanya menghasilkan badut badut yang kemaruk harta dan tahta, wanita. Itu sebabnya komunisme yang mengatur segala galanya adalah paradox dari eksitensi manusia. Dan kalau akhirnya komunisme bangkrut di Soviet dan di China hanya jadi cover tanpa isi , karena memang menolak kebebasan adalah merusak peradaban. Tanpa kebebasan tidak ada yang diperjuangkan, tidak akan ada perubahan secara alamiah.
Andaikan Adam menolak hasutan setan makan buah qalbi karena patuh kepada Tuhan tentu sampai kini Adam dan Hawa masih di sorga dan dunia seperti sekarang ini tidak pernah ada. Tapi karena Adam menggunakan takdir nya sebagai makhluk free will maka restriksi makan buah qalbi di langgarnya dan selanjutnya agama di perkenalkan Tuhan agar manusia tahu menempatkan free will dengan benar sesuai kadarnya. ini skenario Tuhan. Terbukti kehebatan manusia dibandingkan makluk lain karena dia tahu menggunakan kebebasan itu dengan mengendalikan nafsu rakus, atas dasar keimanan kepada Tuhan.
Benteng mu dari pengaruh buruk dan kamu kuat bukan karena aturan negara atau idiologi tapi karena Akhlak. Agama mendidik dan kamu menerapkannya dalam bentuk Akhlak, dengan dasar keimanan. Syaikh Sa'adi Syirazi, seorang penyair Sufi bercerita dalam suatu kisah. Suatu ketika ada seseorang yang digigit seekor anjing. Dia tidak bisa tidur semalaman karena kesakitan. Anaknya bertanya apa yang telah menimpa dirinya. Dia berkata “Hari ini seekor anjing menggigitku,” anak itu kemudian bertanya, “Mengapa engkau tidak menggigitnya kembali?”. Syaikh menjawab, “Oh anakku, aku bisa saja menahan sakitku, tetapi aku tidak akan menjadi anjing seperti anjing itu.”. Manusia bukan hewan yang membalas kejahatan denga kejahatan. Membalas kesalahan dengan amarah. Bukan. Lantas seperti apa karakter yang sepantasnya untuk manusia ?
Manusia tidak hanya berbuat baik kepada orang baik tapi juga berbuat baik kepada orang yang jahat. Manusia tidah hanya bersilahturahim kepada orang yang bersilahturahim tapi juga yang enggan bertemu dengannya. Manusia tidak hanya berbicara dengan orang yang suka bicara dengannya tapi juga bicara dengan orang yang enggan bicara dengannya. Manusia tidak hanya memberi makan kepada orang yang memberi manfaat tapi juga memberi makan kepada orang yang pelit kepadanya. Manusia bukan hanya memuliakan orang yang memuliakannya tapi juga memuliakan orang yang merendahkannya. Manusia tidak hanya memaafkan orang yang suka memaafkannya tapi juga memaafkan orang yang enggan memaafkannya. Mengapa ? karena keimanan manusia kepada Tuhan, bahwa nilai kemanusiaan itu bukan hanya kepada segolongan atau satu mahzab tapi kepada semua orang. Dengan itu maka kebebasan menjadi berkah untuk menciptakan keseimbangan dan kelengkapan sebagai rahmat bagi alam semesta.
Mungkin kita semua berkerut kening ,bagaimana mungkin kejahatan dibalas dengan kebaikan. Bila Allah minta seperti itu tentu Allah akan melengkapinya dengan pertolongan. Inilah firman Allah “ Dan, kalau kamu hendak melakukan pembalasan, balaslah seperti yang mereka lakukan kepadamu. Tetapi, kalau kamu bersabar, maka kesabaranmu itu lebih baik bagimu. Dan hendaklah kamu tabahkan hatimu, karena berpegang kepada pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap perbuatan mereka. Jangan pula engkau bersesak dada terhadap apa yang mereka rencanakan." (QS. Al-Nahl: 126-127). Ya, kalau dengan logika ingin meniru hewan tirulah tapi kita bukan hewan, Mengapa kita harus meniru hewan yang jelas derajatnya lebih rendah dari kita. Memang seharusnya kita berlaku seperti manusia agar planet bumi yang hijau ini menjadi tempat indah dan menentramkan.
Ada teman yang berkata dalam keadaan bingung ,” mengapa orang kafir itu engga juga insyaf? Apakah mereka tidak takut masuk neraka?. Sekarang saya bukannya tersenyum tapi tertawa. Giliran dia bingung. Kenapa saya tertawa. Saya katakan mengapa saya tertawa karena dia sedang mempertanyakan hak prerogatif Allah. Hidayah itu hak Allah. Engga ada manusia yang berhak menentukan seseorang itu agamanya apa. Dan juga tidak ada hak manusia mempertanyakan keimanan orang lain. Mengapa ? karena yang tahu kualitas iman seseorang hanya Allah. Kalau manusia merasa mampu menilai keimanan seseorang maka dia sudah jadi Tuhan atau ingin kudeta Tuhan. Apalagi hanya mengandalkan hal yang tampak lantas punya hak mengadili keimanan orang. Itu lebih kafir daripada setan.
Agama itu bukan tujuan tapi metodelogi manusia mencapai Tuhan. Yang namanya metodelogi itu tergantung orang masing masing dan Tuhan lebih tahu mengapa orang itu memilih agama yang dianutnya. Kalau dianalogikan agama itu adalah kendaraan menuju Surabaya. Ada yang suka bus ,ya silahkan. Ada yang suka naik pesawat ya silahkan. Ada yang suka naik kapal, ya silahkan. Ada yang suka naik kereta , ya silahkan. Bahkan ada yang mau naik sepeda , ya silahkan. Itu tidak perlu diperdebatkan. Masalahnya menjadi lain kalau engga berangkat berangkat. Hanya memelototi kendaraan tanpa ada kemauan naik. Artinya apa ? Agama itu bukan retorika tapi perbuatan. Kalau metodelogi hanya selesai dalam retorika maka ia hanya jadi skripsi anak mahasiswa.
Setiap agama punya ritual, Itu adalah metodelogi mendekatkan diri kepada Tuhan secara transendental. Setiap agama punya pendidikan akhlak atau moral spiritual, itu cara mendekatkan diri kepada Tuhan melalui perbuatan. NIlai perbuatan itu tentu tergantung dari pemahaman transendental. Nah kalau perbuatan itu pemahamannya transaksional maka jelas metodeloginya salah total. Agama jadi barang dagangan. Semakin banyak kotbah, semakin banyak berkoar, semakin jauh dari perbuatan. Hasilnya hanya omong kosong. Mengapa ? anda bisa saja bicara Nabi itu hebat, ya itu Nabi, bukan anda. Anda bisa saja bilang Kitab Mulia itu hebat, ya itu Kata Allah, bukan anda. Lah anda siapa ? Nothing kalau tidak berguna bagi orang lain.
Memahami hakikat Tuhan sebagai hal yang transenden dan agama sebagai metodelogi, akan menempatkan kita pada ruang: antara kita dan Tuhan saja. Tida ada lagi simbol agama, pengharapan sorga atau takut neraka. Tidak ada. Kita akan sibuk berbuat dan berbagi, memastikan orang terdekat merapat dan yang jauh, mendekat agar bumi ini tempat yang damai bagi siapa saja, agama apa saja, etnis apa saja. Karena semua manusia berasal dari Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.