Ketika Jokowi terpilih sebagai presiden, dia mencanangkan revolusi mental. Kita mungkin menganggap akan ada buku panduan lengkap dengan tutorial bagaimana merevolusi mental. Ternyata tidak ada. Tetapi tampa disadari sebetulnya sikap mental Jokowi itulah kitab berjalan tentang revolusi mental. 10 tahun hubungan sby dan mega tidak harmonis. Tak bertegur sapa. Kita sebagai rakyat menjadi saksi itu semua.Jokowi memberikan keteladanan tentang tidak perlu merasa rendah bila harus mendatangi kediaman PS yang dikalahkannya dalam Pemilu. Bagi Jokowi politik tetaplah politik namun jangan sampai itu menjadi personal sehingga merusak akhlak. Para pendiri negara mengajarkan itu dan semua agama mendidik itu.
Attitude sebagian kita di era demokrasi ini masih menganggap perbedaan pandangan politik adalah urusan personal. Kalau beda politik maka musuh. Kalau sudah berdialog yang tampil adalah aura kebencian saling hujat. Padahal di tingkat elite politik transaksional terus berlangsung, komunikasi politik terjadi tanpa henti dan ketika menyangkut kepentingan nasional mereka cepat sekali bersatu dengan melepaskan semua egonya. Cobalah bayangkan negeri ini tahun 1965 dan 1998 sangat genting. NKRI diambang kehancuran tetapi selalu ada yang menjadi tokoh yang mengorbankan diri untuk keutuhan NKRI dan karena itu semua elite bersatu untuk berdamai dengan kenyataan. Badai cepat berlalu. NKRI selamat.
Saya memilih Jokowi bukan karana dia orang PDIP tetapi lebih karena faktor pribadinya. Secara personal dia tidak punya musuh walau banyak yang tidak menyukainya. Dia tidak tersandera dengan masa lalu. Dia Muslim yang taat. Soal rencana program kerja Jokowi tidak menjadi perhatian utama saya. Mengapa ? Karena walau presiden berganti, sistem tidak akan diubah. Kehebatan pribadi Jokowi lah yang akan membangun inspirasi agar sistem yang selama ini lemah menjadi kokoh. Bukan karena sistemnya diubah tetapi akhlak pelaksananya baik. Termsuk demokrasi yang merupakan sistem politik yang kita anut. Jokowi ingin politik santun yang lebih berorientasi kepada kepentingan rakyat banyak. Tanpa melihat latar belakang pilihan politik rakyat. Tenpa melihat agama atau suku.
Dan Jokowi benar benar membuktikan itu. Paradigma politik menjadi Indonesia banget. Yang jauh dia dekati. Yang keras disikapi sabar tanpa lelah menanti untuk berdialog. HTI dibubarkan tetapi tidak ada satupun elite HTI di kriminal kan. Bahkan ketika Perpu ormas di gugat ke MK, tidak disikapinya berlebihan. Kemarin ketua alumni 212 yang juga mantan ketua HTI diundangnya ke istana Bogor untuk berdialog. Dengan elite PKS, Jokowi berkali kali bertemu membahas politik sekitar Pilpres. Bagaimana dengan elite PDIP ? Sama saja. Minggu lalu elite PDIP berkunjung ke Arab Saudi untuk bertemu dengan HRS. Itu pertemuan diantar dua sahabat yang sudah saling kenal jauh sebelum ada aksi bela ulama.
Negeri ini milik semua orang Indonesia dan itu dibingkai indah dalam sila ketiga Pancasila. Tidak ada alasan perbedaan politik atau agama atau apalah menjadi sumber perpecahan. Saya Islam tetapi tidak menghalangi sya berbisnis dan bermitra dengan non Islam. Saya pemilih Jokowi tetapi saya berteman dekat dengan mereka yang memilih PS. Bahkan saya berteman dengan orang orang oposan diluar sistem. Namun tidak membuat saya ragu membela Ahok dalam bentuk tulisan. Saya bisa dengan tegas memisahkan mana urusan pribadi dan mana politik. Mengapa ? Justru perbedaan itu sumber kekuatan kita untuk terus saling mengingatkan dan koreksi agar kebaikan diutamakan, kebenaran dibela dan keadilan menang.
Kebaikan itu adalah apabila kita tidak membenci orang lain secara personal karena kita belum tentu lebih baik dari orang lain. Kebenaran itu adalah apabila kita tidak menganggap kita paling benar dan orang lain paling salah. Keadilan itu apabila kita tidak mudah menghakimi orang lain dan menghormati perbedaan tanpa prasangka buruk. Itulah hikmah yang saya dapat dari tampilnya sosok Jokowi dipanggung politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.