Saat sekarang pembangunan Kereta Cepat jakarta bandung sedang berlangsung. Tahap awal pekerjaan menyelesaikan 20 tunnel dibawah tanah sepanjang 20 KM. Ini pekerjaan paling rumit. Setelah itu baru memasuki tahap elevated yang tidak kurang rumit dan terakhir tahap pembangunan jalan diatas tanah. Kecepatan proses pembangunan ini tak lepas dari semangat dan dukungan Gubernur Jawa Barat menuntaskan semua perizinan yang diperlukan dan pembebasan lahan. Jadi kita harus akui bahwa tanpa peran Gubernur Jawa barat yang dari PKS, mungkin proyek ini tidak akan selesai sesuai jadwal. Apalagi masalah tanah sangat sulit dan Amdal sangat ketat sekali. Tapi Aher selalu digaris depan mendorong aparat pemda disemua wilayah yang kena TOD untuk memberikan dukungan.
Di perkirakan proyek ini akan selesai 2020 dan tahap kontruksi selesai 2019. Mengapa akhirnya BUMN hanya sisa 10% saham dan selebihnya dikuasai China 90% ? Padahal awalnya pemerintah berjuang agar BUMN menguasai 60% saham dan akhirnya tercapai dalan Perjanjian kersama antara 6 BUMN dan Pihak China. Pendirian perusahaan konsorsium pun sudah dilakukan dengan komposisi saham 60% BUMN Indonesia dan 40% China. Skema pembiayaan proyek ini 30% modal sendiri berasal dari konsorsium dan 70% berasal dari pinjaman CHina development bank. Perhatikan, walau china membawa uang sebesar 70% tanpa ada jaminan dari pemerintah namun mereka tidak keberatan minoritas dalam konsorsium. Namun kesepakatan ini tidak berjalan mulus. Karena DPR menolak penyediaan dana PMN kepada BUMN untuk setoran modal. Akibatnya proyek ini stuck selama setahun.
Jokowi tidak ingin proyek ini terjebak dalam permainan politik Senayan. Karena DPR melarang dana PMN dipakai untuk setoran modal maka Jokowi meminta kepada BUMN menyediakan sendiri dana untuk setoran modal. Karena semua BUMN dalam kondisi tight secara financial maka satu satunya cara agar proyek tetap jalan adalah melepas hak opsi saham sebesar 50% kepada CHina dan menyisakan saham 10%. Apakah kita rugi dengan komposisi saham ini ? Perhatikan uraian dibawah ini.:
1. Kontruksi
60% pekerjaan kereta Cepat adalah civil work yang memungkinkan BUMN Kontrakor yang juga anggota konsorsium dapat kerjaan jasa kontruksi. Kalau proyek ini senilai Rp. 60 triliun maka Rp. 36 triliun menjadi revenue dari kontraktor dalam negeri.
2. Tanah
Tanah di Walini dimilik oleh PTP yang juga merupakan angota konsorsium. Tanah ini tidak dijual tapi sewa pakai dalam jangka waktu 60 tahun. Selama jangka waktu tersebut PTP dapat uang sewa yang pendapatannya jauh lebih besar daripada digunakan sebagai kebun teh yang sudah tua. Setelah 60 tahun akan kembali kepada PTP, yang tentu akan menambah modal bruto negara, karena tanah sudah menjelma jadi kota modern.
3. Tanah di Gedebage akan naik harganya sebagai TOD dan ini memungkinkan rencana memindahkan ibu kota Bandung dapat terlaksana tanpa harus rogoh uang dari APBD/APBN.
4. PT KAI sebagai anggota konsorsium akan mendapatkan transfer tekhnologi dari China railway untuk mengoperasikan kereta cepat dan ketika diserahkan kepada negara , PT.KAI udah mandiri untuk melesat sebagai perusahaan berkelas dunia.
5. Tekhnologi, Cina akan mendirikan pusat perawatan kereta cepat didalam negeri dan ini akan melibatkan banyak supply chain business dalam negeri dan tenaga kerja dari kaum terpelajar.
6. Dari setiap keuntungan yang didapat oleh konsorsium kereta cepat, negara tetap dapat pajak 25%, PPN atas barang mewah, dan PBB atas lahan yang dipakai untuk kereta cepat.
7. Semua daerah yang menjadi TOD seperti Halim, Krawang, Walini dan Gedebage akan menjelma menjadi kota mandiri berkelas dunia. Dan menjadi percontohan bagi daerah lain. Mengapa ? harap maklum 60% uang beredar ada di jakarta dan jawa barat. Penyediaan infrastruktur modern untuk komunitas ini sama saja melontarkan dua kota ini keangkasa menjadi marcusuar bahwa indonesia tidak di isi oleh kaum BOTOL.
KESIMPULANNYA.
Kalaupun akhirnya BUMN yang tadinya memiliki saham 60% kemudian terpaksa menjadi 10% itu karena ulah DPR dari partai koalisi merah putih, yang sebetulnya ingin menggagalkan Proyek Kereta cepat tapi disikapi dengan bijak oleh Jokowi, proyek tetap jalan. Namun secara keseluruhan dalam pertimbangan bisnis, Indonesia lebih banyak untungnya daripada China. Nah kalau sekarang ada yang ribut soal kecilnya saham BUMN dan meniupkan issue kelas kambing soal chinanisasi, itu akibat darah mereka semakin kental karena setiap upaya membendung jokowi ,gagal maning gagal maning..tinggal tunggu stroke aja..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.