Senin, 21 Agustus 2017

Dul yang cerdas dan bijak...


Ada keluarga yang kaya karena berkah warisan dari orang tua yang telah meninggal. Mereka ada 7 bersaudara. Ketika orang tua meninggal, putra tertua, menjadi kepala keluarga. Kerjaannya hanya euforia sebagai pewaris keluarga kaya. Namun euforia memberikan semangat kepada keluarga besar bahwa masa depan mereka akan lebih baik dari orang tuanya. Sehari hari keluarga hanya hidup dari tanah dan ladang pertanian. Kaya tapi tetap miskin. Usul agar indonesia membangun ekonomi lewat hutang dan kemitraan dengan pihak luar ditolak oleh kepala keluarga. Kalaupun berhutang itu hanya untuk meningkatkan pride dengan proyek marcusuar.Sementara kepala keluarga semakin dihormati dan dicintai oleh keluarga besar. Cintanya melimpah kemana mana sampai membuat banyak wanita jatuh cinta. Akhirnya putra kedua kesal. Lewat proses konspirasi dengan anggota keluarga lainnya, putra tertua di singkirkan. Dan akhirnya meninggal dalam kesepian.

Putra kedua menggantikan posisi sebagai kepala keluarga. Ekonomi keluarga mulai dibenahi. Anggota keluarga anak dan cucu disiapkan dengan pendidikan dan fasilitas modern. Namun itu didapat dari hutang. Bukan hutang menggadaikan harta keluaga. Tapi hutang dalam kemitraan. Tetangga sebelah mengolah tanah dan ladang, sementara hasilnya dibagi. Selama ladang belum menghasilkan, keluarga mendapatkan pinjaman dari tetangga. Kelak hutang itu dibayar dari bagi hasil yang didapat. Enak kan.? Cerdas kan. ? Karena biaya semakin meningkat sementara bagi hasil tidak seperti diharapkan, maka hutang terus digali. Apalagi tetangga sebelah tidak pernah menolak untuk memberi pinjaman selagi mereka bisa terus mengolah ladang. Disisi lain, anggota keluarga seperti anak dan saudara mulai melihat peluang lain dari bisnis kemitraan yang melipah. Mereka minta konsesi dari kepala keluarga agar bisa mengolah lahan itu. Tapi bukan mereka yang olah. Yang olah tetap tetangga. Mereka hanya duduk , bermalasan dan dapat komisi dari tetangga. Karena itu semua anggota keluarga merasa happy.

Lambat laun anggota keluarga semakin bertambah. Anak bertambah, menantu bertambah. Semua tinggal di satu rumah besar. Sampai satu saat anggota keluarga lain merasa kesal dengan kepala keluarga. Karena dia lebih mengutamakan anak dan keluaga istrinya saja. Maka dari sikap ini, anggota keluarga yang lainnya bersepakat untuk menjatuhkan posisi kakak kedua sebagai kepala keluarga. Akhirnya jatuh juga berkat bantuan anak dan cucu dari keluarga besar. Dampaknya membuat tetatangga sebelah jadi takut meneruskan kemitraan. Hutang mulai ditagih dan sumber pendapatan kering. Selanjutnya posis kepala keluarga jatuh kepada kakak nomor tiga. Tapi tidak berumur panjang. Karena kas kosong. Untuk bayar huang dia menggali hutang lagi, dan lagi dia terpilih bukan kehendak mayoritas keluarga. Posisi kepala keluarga berikutnya di pegang oleh kakak nomor 4. Tapi karena dia cacat dan sikap hidupnya yang anti hutang, diapun akhirnya jatuh juga. Dia gantikan dengan kakak nomor 5. Seorang perempuan. Walau tidak lagi berhutang tapi kerjaanya menjual harta untuk makan. Diapun jatuh karena kehendak mayoritas keluarga memilih kakak nomor enam sebagai pengganti kepala keluarga.

Kepala keluarga nomor enam, walau sikapnya lebih demokratis namun apa yang dia lakukan tak ubahnya dengan kakak nomor dua. Kemitraan dengan tetatangga sebelah diperkuat lagi, bahkan ditingkatkan. Dari pendapatan bagi hasil dengan tetangga, dia bagikan kepada anggota keluarga. Dengan cara ini dia mampu merebut hati anggota keluarga. Tapi tidak ada perkembangan nyata terhadap ekonomi keluarga. Mengapa ? Pendapatan bagi hasil dibagi kepada anggota keluarga baik secara langsung maupun dengan cara culas. Sementara belanja rutin keluarga dia berhutang. Akhirnya diapun digantikan oleh kakak nomor 7. Namanya Dulah. Dia terpilih dengan setengah hati oleh seluruh anggota keluarga. Namun berkat dukungan kakak perempuan dia berhasil naik sebagai kepala keluarga. Nah bagaimana sikapnya mengatasi kelangsungan keluarga besar ?

Sebagai Kepala keluarga, kakak nomor 7 menegaskan perlunya kemandirian. Tidak ada lagi kerjasama dengan tetangga sebelah karena alasan hutang. Hutang akan dibayar lunas secara angsuran selama lima tahun. 
" Bagaimana cara membayar hutang itu? tanya anggota keluarga lain.
" Caranya ya setiap anggota keluarga harus sokongan membayar hutang itu. Bukankah kalian sudah kaya raya karena fasilitas dari kakak kakak sebelumnya yang jadi kepala keluarga."
" Ok lah. Terus bagaimana memenuhi biaya rutin keluarga? Bukankah setiap tahun biaya terus meningkat?
" Saya akan buka bisnis. Dari bisnis inilah kita akan dapatkan sumber pembiayaan keluarga."
" terus modalnya dari mana ?
" Ya hutang , ya kerjasama. Banyak cara, yang penting engga ada lagi hutang untuk belanja. Hutang hanya untuk bisnis yang bisa menghasilkan income. Dari income inilah kita tingkat kesejahteraan keluarga, dan kita mandiri."
" Baik kami setuju. " Kata anggota keluarga.
" Tapi ada syarat ?
" Apa ?"
" Karena tidak ada lagi hutang atas dasar adanya kemitraan dengan tetangga maka kita harus tampil professional agar dipercaya sama orang lain. Jadi, tidak ada lagi anggota keluarga yang kerjaannya jadi calo harta keluarga dengan tetangga sebelah. Apapun bisnis di lakukan harus terbuka, dan semakin besar laba semakin besar sokongan kepada keluarga besar." 
Anggota keluarga lain terdiam dan pening kepalanya. Sejak itu walau mereka menerima kakak nomor 7 sebagai kepala keluarga namun benih benih kebencian mulai tumbuh. Mengapa ? karena kepala keluaga merampas bisnis mereka sebagai calo.

Benarlah , setelah tiga tahun berkuasa , kepala keluarga bisa mengangsur hutang belanja sejak era kakak nomor 1 sampai dengan nomor enam. Caranya semakin keras. Harta anggota keluarga yang disimpan di luar negeri diburu dan dimaafkan asalkan bayar kontribusi kepada keluarga besar. Kini sudah 60% hutang belanja dilunasi. Diperkirakan dua tahun lagi hutang belanja lunas. Yang ada kini adalah utang bisnis. Semakin besar utang bisnis semakin menunjukan kemampuan bisnis kepala keluarga mendatangkan laba, dan membuat semua orang happy. Mengapa? karena rasio hutang tetap rendah atau dibawah pagu hutang rasional. itu semua karena laba tidak dibancaki tapi di kembalikan ke keluaga besar dalam bentuk investasi. Sehingga nilai kekayaan keluarga terus meningkat seiring meningkatnya hutang bisnis. Itu semua karena semakin tingginya tingkat kepercayaan kepada keluarga.

Demikianlah kisah kelurga besar, yang sukses karena belajar dari kesalahan masalalu. Bagi mereka yang sadar adanya perubahan akan diuntungkan , yang engga sadar tetap aja bego...dan ngeluh engga ada habis habisnya. SI Dul sebagai kepala keluarga, memang cerdas namun bijak. Cerdas karena tahu potensi anggota keluaga. Bijak karena tidak menjadikan kesalahan masa lalu sebagai kutukan tapi mengambil hikmah agar lebih baik dimasa datang.

3 komentar:

  1. Rumah besar yang bernama Indonesia, semoga tambah jaya, dan menjadikan semua keluarganya memberikan kontribusi agar di segani oleh tetangga, dan semoga sidul sidul bermunculan

    BalasHapus
  2. Rumah besar yang bernama Indonesia, semoga tambah jaya, dan menjadikan semua keluarganya memberikan kontribusi agar di segani oleh tetangga, dan semoga sidul sidul bermunculan

    BalasHapus
  3. menghina! tapi gak pa pa cause ane bukan tukang regulator keamanan dan keselatan KELUARGA BESAR jadi tak perlu @@#$%$#$^

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.