Kamis, 05 Januari 2017

Manipulasi harga...

Kemana uang utang di salurkan pemerintah ? Tanya seorang teman kepada saya. Pertanyaan ini sangat sederhana namun sangat penting di jawab. Karena sebagian orang tahu bahwa utang itu di gunakan untuk pembangunan. Pembangunan apa ? kalau pembangunan kekuasaan itu adalah benar. Mengapa ? Karena kekuasaan di bangun dari system keamanan yang represif dan manipulasi harga. Era Soeharto kekuasaan di tegakakn melalui kekuatan militer dan subsidi. Indonesia berhasil tumbuh tapi manipulative. Akhirnya rontok akibat satu hentakan dari pelaku pasar uang seperti Sorros. Di era reformasi, kekuasaan di tegakkan dengan menipulasi harga melalui subsidi BBM. Data juga menunjukkan, uang di hamburkan melalui subsidi BBM dalam 14 tahun terakhir. Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, menghabiskan sekitar Rp 1.300 triliun atau tepatnya Rp 1.297,8 triliun sepanjang 2004-2014 atau rata-rata Rp 129,7 triliun setiap tahun. Presiden sebelumnya, Megawati Soekarnoputri, membakar subsidi BBM hingga Rp 198,6 triliun selama tiga tahun memerintah atau Rp 66,2 triliun setiap tahun. Subsidi memang ampuh menahan harga melambung dan menahan uang jatuh terpuruk. Rakyat tenang karena harga terjangkau dan kalau bisa pemerintah masih memberi Bantuan Tunai langsung. Ekonomi tumbuh tapi fake growth 

Mengapa saya katakan manipulasi harga ? karena harga itu tidak terbentuk by system sesuai dengan kapitalisme dimana harga terbentuk karena factor kompetisi serta di pengarui oleh kapasitas produksi dan tingkat permintaan.  Pemerintah sebelumnya tidak punya keberanian membuat konsep yang sedermikian rupa system terbangun agar permintaan dan penawaran berjalan sehat. Memang untuk membangun system yang kokoh sebagai Negara yang berorientasi kepada produksi tidak mudah. Ia harus di dukung dengan kebijakan yang keras terhadap platform industrialisasi; Tersedianya sumber daya manusia yang bermutu, serta basis suplly chain yang lentur, hilangnya retriksi bagi kebebasan berkompetisi, mengurangi bisnis rente yang tidak punya nilai tambahnya bagi angkatan kerja luas, revitalisasi industry hulu yang efisien dengan orientasi menjamin supply chain bagi terbentuknya industry hilir yang luas. Kebijakan moneter yang longgar namun terkendali agar akumulasi dana di pasar uang dapat mengalir ke sector riel, pembangunan insfrastrutur ekonomi agar system logistic efisien sehingga semua potensi yang ada  di setiap wilayah di Indonesia dapat di manfaatkan secara optimalkan untuk mensejahterakan penduduk setempat.

Namun bila hal tersebut dilaksanakan maka yang terjadi adalah proses social engineering yang luas di tengah masyarakat. Akan ada goncangan bagi mereka yang tidak siap dan akan menerbangkan orang yang siap.  Masalahnya dalam system demokrasi,  ini  di hitung dengan cermat. Bahwa pemilih mayoritas akan kena kroban. Maka pemimpin di hadapkan dilemma. Apabila dia lakukan perubahan drastic maka dampaknya dia akan kehilang  popularitas. Tapi kalau tidak di lakukan beban Negara semakin besar di masa datang karena fundamental ekonomi tidak kokoh. Memberikan warisan ekonomi yang tidak sehat juga tidak elok. Karenanya pemimpin sebelumnya berusaha membangun dengan jalan tengah. Platform industrialisasi di teruskan namun kepentingan rakyat banyak juga di jaga. Artinya proses industrialisai di jalankan namun subsidi terus di lanjutkan. Apakah benar ?  dari segi politik ekonomi ada benarnya namun dari kacamata ekonomi real ini menghasilkan paradox. Era SBY justru terjadi de industrialisasi. Ekonomi hanya tumbuh karena di picu oleh komoditas utama yang dibangun di era Soeharto seperti batu bara, CPO,Coklat, karet dll.

Sejak tahun 2013 harga komoditas utama sudah mulai turun dan terus turun sampai kini.  Masalahnya apakah akan terus di lanjutkan dengan menghibur rakyat melalui manipulasi harga ? Kalau iya maka kita kembali memberikan subsidi agar harga sembako turun. Cara menurunkannya gampang yaitu subsidi biaya angkut melalui BBM dan kredit murah untuk sarana angkutan. Tapi karena anggaran fiscal tersisa tak lebih 12 % dari total APBN. Ini tidak efektif lagi untuk melaksanakan fungis APBN sebagi pemicu pertumbuhan ekonomi. Makanya Jokowi intensif promosi program B2B atau PPP agar tidak semua pembangun menggunakan dana APBN. Lantas apa jadinya bila susbidi di berikan lagi. Anda bisa bayangkan tinggal berapa persen anggaran fiscal kita ? mungkin hanya cukup bangun jalan tak lebih 50 KM. Tidak ada lagi dana untuk membangun waduk, cetak sawah, bangun irigasi dan reviltalisasi industry hulu. Selanjutnya pemerintah jalan otopilot tanpa ada perubahan yang significant. Mau ?  Kalau kita setuju maka kita sepakat membunuh harapan bagi anak cucu kita akan ekonomi yang kokoh dan bermartabat.

Teman saya sempat nyeletuk, andaikan di era megawati dan SBY tidak ada subsidi, dan dana itu di salurkan untuk pembangun insfrastruktur ekonomi dan revitalisasi industry hulu mungkin kita sudah punya refinery berkelas dunia, pertro chemical berkelas dunia dan industry strategis yang hebat, trans sumatera berkelas Toll dan kereta angkutan barang dan orang untuk tras sumatera dan jawa, Sulawesi, Kalimantan. Sehingga koneksitas wilayah terjadi. Mungkin kita sudah punya ratusan armada kapal yang menjadi jembatan laut yang menghubungkan antara pulau sehingga tidak ada lagi pulau terisolir yang membuat harga melambung berlipat ketika sampai di tujuan. Sementara uang Rp 1.300 triliun hanya di bakar untuk  onani kemakmuran, dan penguasa dan pengusaha rente menikmati laba tak terbilang dari system yang mengendalikan harga demi kekuasaan yang nyaman diatas popularitas yang menyesatkan

Untunglah Jokowi sadar akan pilihanya sebagai sebuah takdir untuk merubah keadaan yang manipulative menjadi realistis. Pertama tama yang dilakukannya adalah memotong jaringan oligarki business yang selama ini mengedalikan system kekuasaan sehingga terjadi distorsi kebijakan pro rakyat atau pro pertumbuhan berkelanjutan. Itu sebabnya oligarki business di sebut dengan Mafia di berantas di semua sector. Ini perang yang hampir tidak mungkin di menangkan. Namun akhirnya menang juga. Selanjutnya paket kebijakan ekonomi di gelar termasuk tax amnesty dan dampaknya luas sekali bagi reformasi anggaran. Memang sakit namun bagaimanapun siapapun harus sadar bahwa pemerintah bukanlah segala galanya.Tugas pemerintah  dalam sistem demokrasi adalah membuka kanal agar semua orang punya kesempatan yang sama untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk kemakmuran dirinya maupun bangsa. Karenanya setiap orang harus mau juga berubah dari hidup serba di subsidi menjadi mandiri. Mengapa ? karena setiap orang di ciptakan Tuhan dengan sebaik baiknya untuk bertahan dalam situasi dan kondisi apapun, termasuk situasi yang mengarah kepada sebuah HOPE for a better tomorrow. 

Ini soal pilihan dan sedang berproses. SBY berkuasa selama 10 tahun telah melakukan utang baru mencapai USD 136,6 miliar atau setara Rp. 1.600 Triliun. Artinya secara tidak langsung 81 % utang di gali hanya di bakar begitu saja melalui subsidi BBM. agar harga terkendali dan popularitas naik. Apakah ini akan terus di lanjutkan demi manipulasi harga. Tidak! kesalahan masalah lalu tidak boleh terjadi lagi. Kalaupun subsidi ada maka itu hanya untuk produksi dan untuk mereka yang benar benar miskin. selebihnya NO !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.