Bagaimana China bisa cepat sekali menguasai tekhnologi maju. Padahal tahun 1970an masih tergolong negara agraris yang miskin. Sementara saat itu Eropa Barat dan AS telah menguasai tekhnologi dan menjadi negara industri. Demikian tanya teman. Pertanyaan ini sering saya dengar dari berbagai pihak, terutama dari para politisi, peneliti dan akademis. Mengapa? Karena informasi yang mereka terima sangat terbatas dan kebanyakan literasi tentang china berasal dari negara Barat, yang tidak semua benar.
Menurut pengamatan saya selama berbisnis di China dan berinteraksi dengan beragam kalangan, saya dapat menjawab pertanyaan teman itu atas dasar empat hal yaitu nilai nilai kebudayaan, jalan revolusi, reformasi, dan dukungan klan diaspora China.
Pertama. Dinasti terakhir China, Qing runtuh pada tahun 1911 melalui Revolusi Xinhai. Setelah itu terjadi proses transformasi politik dari Kerajaan ke Republik. Kekuatan politik di China terbagi dua. Satu, dari kalangan bangsawan atau China tradisional atau China Kuning. Kuning adalah warna Kekaisaran. Sebagian besar mereka mendefinisikan diri sebagai Anak-anak Kaisar Kuning. Mereka bagian dari elite dinasti Qing yang umumnya terpelajar dengan budaya barat. Mereka mengusung paham nasionalisme.
Satu lagi, dari kalangan China klasik atau biasa disebut dengan kaum petani dan pekerja. Kehebatan masyarakat China klasik ini tidak bisa dipungkiri oleh sejarah. Ditemukannya kertas, tinta, mesin cetak, bubuk mesiu, dan kompas magnetic, mesin jahit, baju sutera dan banyak lagi, lahir dari peradaban China klasik. Itu mereka kembangkan secara mandiri dan perdagangkan secara global lewat jalur sutera disaat Eropa dan AS masih gelap. Mereka umumnya tidak terkontaminasi dengan budaya dan pemikiran asing. Aliran politik mereka adalah sosialis komunis.
Akhirnya pada tahun 1947, setelah melewati proses revolusi dan perang saudara, yang menang adalah kaum China Klasik atau kaum pekerja dan petani. Kaum feodal kalah. China memilih jalan sosialis komunis. Itu bukan berarti China menerapkan ajaran Karl Max dengan manifesto komunis ala Lenin. Bagi China, komunis hanyalah metodelogi melanjutkan proses panjang pembangunan peradaban yang sudah dimulai ribuan tahun lalu. Artinya dalam prakteknya komunisme tetap berdasarkan budaya China. Itu sebab mengapa Komunisme Unisoviet tidak sejalan dengan Komunisme China.
Kedua. Tahun 1966 atau 20 tahun setelah Partai Komunis berkuasa, China di era Mao melakukan revolusi kebudayaan. Mengapa? Sejak tahun 1949 perekonomian China dikuasai oleh kaum bangsawan. Mereka menolak modernisasi dan menjadi sebab kemunduran China. Mao tidak percaya China akan mampu melompat jauh kedepan selagi mindset kaum feudal atau China kuning masih mendominasi politik dan ekonomi. Nah revolusi kebudayaan mengganyang mindset kaum feodal tradisonal ini. Istilah Mao, mereka itu ibarat kerikil dalam sepatu. Membuat orang sulit melompat.
Ketiga. Tahun 1978, Deng Xiaoping naik ketampuk kekuasaan. China baru sudah terbentuk lewat revolusi kebudayaan. Makanya Deng bisa berkata “Kucing hitam atau kucing putih, jika bisa menangkap tikus, ia adalah kucing yang baik.”. Walau tahun 1960 ungkapan itu pernah disampaikan Deng dan karena itu membuat dia masuk program brainwashing kerja paksa selama evolusi kebudayaan. Namun pada tahun 1978 itu ditanggapi dengan euphoria. China baru telah bangkit dari tidur panjangnya. Masyarakat egaliter dan open mind seperti inilah sebagai modal Deng membawa China kemasa depan.
Mereka dikenal pekerja keras, kreatif dan pedagang yang tangguh. Napas mereka hanya kebudayaan. Makanya mereka tidak peduli apakah itu ekonomi terencana atau ekonomi pasar. Tidak peduli dengan agama dan keyakin orang lain. Bagi mereka itu semua hanyalah metodelogi mencapai tujuan. Mereka focus kerja demi dignity dan respect keluarga dan bangsa. Menghindari konflik utamakan berdamai dengan realitas. Hanya yang bekerja yang berhak makan. Hanya yang cerdas naik kelas.
Keempat. Dengan dukungan kerja keras petani dan pekerja, para pedagang China keliling dunia menjual barang dengan harga murah. Tentu mereka menggunakan jaringan klan China klasik yang tersebar di seluruh dunia, seperti Eropa, AS dan Asia. Para diaspora China yang terdiri dari sainsitis, periset, pedagang, industriawan menjalin komunikasi bisnis dengan pedagang China lewat pendekatan kebudayaan. Para diaspora itu bukan hanya membawa modal masuk ke China, tetapi juga mitra tekhnologi yang bisa dikembangkan di China.
Kedatangan diaspora ke China disambut pemerintah China dengan hamparan karpet merah. Berbagai insentif diberikan kepada mereka, termasuk insentif pajak untuk R&D. Apalagi tahun 90an para sarjana yang tahun 80an dikirim Deng sekolah ke AS dan Eropa, pulang ke China menjadi motor penggerak terbentuknya beragam Lembaga R&D. Sejak tahun 2001 China bergabung dalam WTO, semangat berkompetisi sudah well prepared.
Nah dari empat hal tersebut bukanlah proses yang mudah. Bahwa kemajuan China yang sangat pesat, bahkan bisa mengalahkan AS dan Eropa dalam size ekonomi. Tidaklah berada di ruang hampa. Tidak larut dalam lantun kebanggaan etnis dan retorika nasionalisme. Mereka menghadapi tantangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Urbanisasi, polusi, kerusakan lingkungan, kemiskinan di pedesaan dan perkotaan. Bahkan sampai kini secara income per kapita, China masih jauh dibawah AS. PDB China pada tahun 2023, USD 12.000. Sementara AS, USD 73.000. Artinya penduduk AS lebih kaya lima kali lebih dari China.
Apakah secara militer kemajuan China mengkawatirkan? Tidak. Sejak tahun 1976, China tidak pernah konflik perang yang mengorbankan nyawa dan uang dengan negara manapun. Sementara AS dan Eropa terlibat konflik perang di Timur Tengah dan negara lain, dengan ongkos triliunan dollar. Sementara China sibuk bekerja dan melakukan riset serta inovasi. Disaat AS dan Eropa terlibat perang geopolitik dengan berbagai negara, China membangun kolaborasi dan sinergi dengan Kawasan yang berada di lintas jalur sutera. Apa yang disebut dengan Belt Road Initiative. China tidak bicara tentang idiologi dan demoraksi tetapi business win to win.
China membangun Jalur Kereta Api Chongqing–Xinjiang–Eropa. Rute ini melewati Kazakhstan, Rusia, dan kemudian ke Eropa Barat melalui negara-negara seperti Polandia, Jerman, dan Prancis, Turki. China juga bangun jalur logistic dari Guangxie ke ASEAN. Jalur kereta barang ASEAN Express dengan rute yang melewati Thailand. Laos dan Malaysia terhubung dengan Singapore. China juga bangun Pelabuhan logistic di Afika, di Pelabuhan Kribi di Kamerun, Pelabuhan Lekki di Nigeria dan Pelabuhan Lomé di Togo. China juga menguasai Panama sebagai jalur logistic Amerika selatan dan utara.
Kemajuan China yang pesat melewati AS dan Eropa, ya karena factor budaya, kerja keras dan cinta damai. Itu aja jawaban pertanyaan diatas. Seharusnya bangsa Amerika belajar dari sukses story China ini untuk bisa bangkit dari ketertinggalan dari China dan menjadi American great again. Bukannya mengundang konflik yang hanya menunjukan kelemahan dan kebodohan.