Jumat, 30 Juni 2017

Kekuatan memberi...

Empat Tahun lalu.

Sorang anak kecil datang menghampiri saya dan menawarkan payung untuk saya bisa menerobos hujan keluar dari stasiun BusWay. Saya tersenyum menerima payung itu. Saya tahu anak itu  menawarkan jasanya untuk uang receh. DItengah hujan lebat, anak itu berjalan dibelakang saya. Saya memperhatikan anak itu bayah kuyup. Ada rasa kemanusiaan untuk menariknya dekat dengan saya agar terlindung dari hujan. Anak itu berusaha menolak namun saya merangkul pundaknya. Dia bersedekat dengan saya. Saya bertanya kepada anak itu.

“ Kamu sekolah ?

“ Ya pak. “

“Kelas berapa ?

“ Kelas 5 SD”

Saya perhatikan postur tubuhnya tidak seperti anak kelas 5 SD. Pustur tubuhnya sepeti anak kelas 2 SD karena kurus dan kecil.  

“ Ada berapa orang kamu bersaudara, nak ?

‘ Saya hanya sendiri”

“ Oh kamu anak tunggal ?

“ Engga tahu , pak. Sedari kecil saya tidak tahu siapa ayah ibu saya.”

‘ Jadi kamu tinggal dimana ?

“ DIbawah kolong itu “ katanya sambil menujuk arah jembatan layang.

“ Siapa yang masukin kamu sekolah?

“ Ada kakak kakak yang antar saya masuk sekolah”

“ Siapa yang bayar uang sekolah kamu?

“ Sekolah engga bayar,pak. Gratis “

“ Beli buku , gimana ?

“ Ada kakak kakak yang sering datang ketempat saya tinggal bawain buku.

“ Sekolah kamu jauh dari tempat tinggal kamu ?

“ Jauh pak, Di jelambar.

“ Naik apa ke sekolah ?

“ Jalan kaki pak.

‘ Terus makan kamu gimana ?

“ Saya ngamen , cari botol plastic. “

Pembicaraan itu terhenti ketika saya sampai didepan Citraland Mall. Saya memberi uang kepada anak kecil atas jasanya meminjankan payung. Anak itu menyalami saya sambil mencium tangan saya. Dia tersenyum senang ketika pergi menjauh dari saya.

Masalah saya selesai. Saya tak perlu kawatir lagi karena saya sudah berada ditempat tujuan saya. Namun saya masih kawatir dengan putri saya. Setiap sebentar saya telp istri saya untuk mengetahui keadaan putri saya. Seusai rapat dengan relasi, jam 9 malam , saya masih terkurung oleh hujan. Taksi ditunggu tidak kunjung datang. Jam bergerak lambat , apalagi jam 10 malam, istri saya mengabarkan bahwa putri saya belum sampai dirumah. Saya diliputi paranoia tentang keselamatan putrid saya. Jam 11.30 malam, barulah saya dapat kabar dari istri bahwa putri saya selamat sampai dirumah. Karena menanti taksi di Hotel sangat sulit maka saya putuskan untuk keluar dari hotel dan menunggu taksi dipinggir jalan.

Hujan turun rintik rintik, dan saya bertahan dipinggir jalan untuk mendapatkan taksi yang kosong. Pada saat itulah mata saya melihat kearah bawah kolong jembatan layang. Ada seorang wanita sedang bersama sama anak anak kecil. Wanita itu kalau dilihat dari penampilannya dia bukanlah wanita tunawisma. Dia dikelilingi oleh anak anak jalanan. Rasa ingin tahu saya mendesak saya untuk mendatanginya. Salah satu anak yang ada disekitar wanita itu ada yang mengenal saya.  Anak itu tersenyum mendekati saya. “ Itu kakak “ katanya menunjuk kearah wanita itu.

“ Tadi Uli, cerita kesaya bahwa dia bertemu dengan orang yang kasih uang banyak” kata wanita itu tersenyum. “ Ternyata bapak ya “ sambungnya.

“ Saya kasih dia Rp. 50 ribu. “

“ Itu besar sekali bagi mereka pak “

“ Jadi yang dimaksud anak itu kakak, adalah kamu ya. Kamu siapa ?

“ Saya hanya hamba Allah yang tergerak membantu mereka belajar dan meng advokasi mereka mendapatkan hak pendidikan gratis dari pemerintah“

“ Tapi kenapa malam malam begini ?

“ Hanya malam seperti inilah saya bisa mengajar mereka. Karena sampai jam 10 malam mereka harus bekerja mengais rezeki dibelantara kota. “

“Kamu hanya sendiri”

“ Ya, tapi biasanya sama teman. Tapi karena hujan mungkin mereka berhalangan datang”

“ Pekerjaan kamu apa ?

“ Saya masiswa pak..”

‘ Kamu tidak takut dilingkungan seperti ini, apalagi malam hari ?

“ Tidak pak. Saya yakin Allah bersama saya. Saya datang dengan cinta untuk mereka. Mungkin saya tak mampu merubah kehidupan mereka sekarang tapi lewat pengetahuan yang saya berikan setidaknya mereka bisa berharap untuk hari esok yang lebih baik. “

“ Wah hebat kamu. Apalagi kegiatan kamu selain mendidik anak anak jalanan?

“ Saya sering menulis di facebook tentang spiritual dengan menyitir ayat atau firman Allah , ternyata kurang yang like. Padahal semua pesan dalam tulisan itu saya dapat dari firman Allah dan hadith Nabi. Tapi saya tidak menyerah. Ini dakwah kok."

" Coba kamu ubah cara penyampaian pikiran kamu tanpa perlu menyebut sumbernya dari firman Allah dan hadith. Mungkin akan lain hasilnya"

“ OH gitu. ?

" Pesan spiritual sosial adalah hubungan horizontal antara manusia dengan manusia. Ini bahasa universal , apalagi di sampaikan berdasarkan agama maka ia bukan hanya universal tapi semesta ,lintas waktu. Tentu di terima oleh semua orang.  Tapi kalau sudah bicara hubungan vertikal atau hubungan antara kita dengan Allah maka keadaannya lain. Bukan hanya dengan non muslim yang tidak akan dapat like tapi juga banyak dari kalangan islam juga tidak sependapat. Bahkan kalau kita mencoba membangun teori dengan pemikiran bebas terhadap firman Allah dan hadith maka orang islam akan cap kita islam leberal karena pemikiran kita tidak sesuai dengan ulama yang di imaninya. Kalau kita ladenin maka hubungan kemanusiaan kita dengan mereka akan rusak. 

“ Mengapa ? 

“ karena itu akan jadi ajang pertengkaran. Apapun bertengkar itu buruk.”

“ Memang aneh dalam beragama. Kalau bicara hubungan dengan Allah akan selalu saja menjadi medan perang dalil. Seakan kebebasan berpikir di haramkan. “ Katanya.

“ Ya. Padahal Allah sendiri dengan jelas mengatakan bahwa gunakan akalmu. “Sesungguhnya didalamnya terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang menggunakan aqlnya . Tidak sedikit Al Quran dalam ayat-ayatnya menganjurkan dan mendorong manusia supaya banyak berfikir dan mempergunakan akalnya. Banyak variasi kata dalam al Quran yang menggambarkan aktifitas berfikir, bukan hanya aql tetapi juga kata-kata seperti, Nadzara; melihat secara abstrak, dalam artian berfikir dan merenungkan, Tadabbara; merenungkan, Tafakkara; berfikir, Faqaha; mengerti, faham, Tadzkkara; mengingat, memperoleh peringatan, memperhatikan, Fahima; memahami, Selain itu juga terdapat alam al Quran sebutan-sebutan yang memberi sifat berfikir bagi seorang muslim yaitu : Ulul Albab ; orang berfikiran, Ulul Ilmi; orang yang berilmu, Ulun Nuha; orang bijaksana. Berkaitan dengan filsafat Islam, Integralitas wahyu dan Akal adalah sebuah keniscayaan, dimana posisi akal dapat berdampingan dengan wahyu yang transendental untuk ‘melihat’ kehadiran Tuhan dalam relitas kehidupan.” 

“ Lantas bagaimana bedanya hubungan antara konsep berpikir hubungan antar manusia dengan hubungan dengan Allah?  

“ Kalau kita berhubungan dengan manusia tanpa dasar Tauhid maka itu hanya akan jadi hubungan transaksional. Kita  berbuat baik karena berharap orang lain juga berbuat baik.  Kita inginkan damai agar orang lain juga tidak menyerang kita Tapi kalau harapan tidak bersua dengan kenyataan , kita pasti kecewa. Artinya ketika kita berbuat sesuatu  tidak ada kesan positip pada jiwa kecuali rasa kawatir kalau harapan tidak  bersua kenyataan. Dan bila benar buruk yang didapat , kita kecewa. Kalau baik yang di dapat , kita senang. Artinya dalam proses kehidupan kita sangat tergantung dengan situasi dan kondisi di masa depan. Hidup kita renta.”

“ Bagaimana dengan perbuatan yang di dasarkan kepada Tauhid ? 

“ Kita berbuat baik  tidak tergantung kepada manusia. Tidak berharap kepada manusia. Kita berbuat baik dan bergantung hanya karena Tuhan. Apa yang terjadi dengan jiwa kita ? Ketika kita berbuat,  jiwa kita merasa bahagia dan bila yang buruk yang terjadi kita sudah siap karena kita percaya bahwa setiap keimanan yang di dasarkan  niat baik serta perbuatan baik akan selalu di uji oleh Allah. Mengapa ? agar kita semakin matang secara kejiwaan. Jadi baik dan buruk yang kita dapat dari perbuatan baik kita , selalu baik untuk perkembangan jiwa kita. Kita sehat lahir dan batin karena situasi dan kondisi yang ada. Kini atau besok sama saja. Indah kan.”

“ Luar biasa. Lantas  kalau benar bahwa cara berpikir berdasarkan Tauhid itu menentramkan, lantas bagaimana caranya? Bukankah banyak orang beragama tapi justru spiritual sosialnya miskin sekali. “

“ Kembali lagi persepsi kita tentag Allah harus di perbaiki dulu.  Persepsi tentang agama itu juga harus di perbaiki.  Kalau kita anggap cara berhubungan dengan Allah itu rumit maka agama akan menjadi cara yang rumit di laksanakan sehingga tidak semua orang bisa memahaminya. Ini salah. Allah itu tidak rumit didekati. Agama bukan hal yang sulit di laksanakan dan dipahami. Yang rumit adalah cara umatnya yang berpikir ekslusif karena akalnya dipenjara. Kita harus melaksanakan ritual yang diajarkan oleh Agama. Ritual ini keliatannya seperti sulit dipahami oleh akal. Tapi mudah di pahami. Mengapa ? Karena kita tinggal di dunia dan terikat dengan aksi dan reaksi. Hubungan kita dengan Tuhan yang transendental  itu tidak akan menyatu tanpa ritual seperti  contoh dalam islam melaksanakan syahadat ,  sholat , puasa, zakat dan haji. Kalau kegiatan ritual ini kita lakukan secara rutin dengan disiplin tinggi maka secara kejiwaan akan melekat menjadi kekuatan bawah sadar terhadap realita yang ada. Tapi kalau kita tidak melakukan ritual maka informasi tentang Tuhan hanya akan berputar putar di dalam pikiran kita tanpa bisa menjadi sebuah keyakinan. “

“ Mengapa ? 

“ Karena memahami Tauhid tidak bisa hanya di selesaikan dengan akal tapi juga harus melalu prosesi ritual. Bahwa melaksanakan ritual dalam agama adalah hubungan antara kita dengan Allah. Hanya Allah yang berhak menilai dan kalau kita lalai maka hanya Allah yang berhak mengampuninya. Apabila ritual kita baik maka secara ke jiwaan kita kuat. Hubungan dengan manusia di sikapi sebagai cara kita beribadah kepada Allah tanpa berharap kepada manusia kecuali kepada Allah semata. Tapi kalau persepsi kita secara ritual salah maka hubungan dengan manusia menjadi transaksional ,tak ada bedanya dengan orang yang tak ber-Tauhid. Kita melaksanakan ritual karena berharap sorga dari Allah. Kita berdoa agar dapat berkah dari Allah. Dan ketika doa tidak bersua dengan harapan maka keberadaan Allah di pertanyakan. Keadilan Allah di ragukan. Secara ke jiwaan, agama tidak membuat kita kuat malah renta , baik secara realita maupun secara kejiwaan. KIta akan mudah marah dan mengeluh suka marah. Kecewa bila orang tidak seperti yang kita suka. Mudah berprasangka  buruk. Saya terus berjuang memperbaiki konsepsi berpikir secara Tauhid untuk meninggikan kalimah Allah melalui hubungan dengan sesama manusia yang menentramkan bagi siapa saja. Ingat bahwa perbuatan dosa kepada orang lain tidak akan di ampuni Allah bila tidak mendapatkan maaf dari orang yang anda zolimi walau ia bukan seiman dengan kita.”

" Terimakasih Pak Akan selalu saya ingat. Berarti saya harus lebih banyak membaca dan belajar soal sosial, psiko sosial, budaya dan ekonomi. Dengan demikian saya bisa menempatkan pemahaman agama secara bijak dalam setiap penomena yang terjadi berkaitan dengan sosial, budaya, dan ekonomi. Tentu narasi saya akan lintas budaya, agama dan sosial" 

" Tepat sekali, maka misi dakwah tercapai. Mengingatkan kepada yang lupa, melunakan hati orang yang keras hati, dengan cara cara terpelajar tanpa terkesan menggurui. Soal hidayah itu urusan Tuhan. Tugas kita hanya menyampaikan apa yang baik menurut Tuhan dan jalan apa yang harus ditempuh sesuai jalan Tuhan. Itu aja." 

Seberapa paham saya tentang agama namun saya tetap merasa kecil dihadapan wanita itu. Wanita muslimah berhijab dengan wajah bercahaya akan keikhlasan. Tak takut dengan segala resiko seperti seramnya cerita kehidupan tunawisma.  Dia bukan pimpinan LSM, bukan pula aktifis berkelas nasional yang pandai bicara di forum seminar tentang pembelaan orang miskin. Ketika sebagian anak muda menghabiskan waktu luangnya bersama notebook dan blackberry, dia , juga bersama sama temannya mewakafkan waktu luangnya untuk menebarkan cinta kepada mereka yang lemah dan terlupakan oleh kepongahan penguasa.

Sebulan lalu.

Seseorang menegur saya ketika di Mall. Dia menyebut nama panggilan saya di facebook. Maka tahulah saya bahwa wanita ini adalah teman saya di facebook. “ Sejak kali pertama bertemu empat tahun lalu, saya ingin bertemu lagi dengan bapak tapi saya tidak tahu bagaimana menghubungi bapak. Suatu saat teman share tulisan seseorang. Tulisan itu mengingatkan pertemuan saya dengan bapak. Saya perhatikan profile seseorang itu, ternyata seorang bapak yang pernah bertemu dengan saya. Sejak itu saya suka tulisan bapak di Facebook. Masih ingat saya kah ?
“ Terimakasih. Tapi saya lupa? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya ?
“ Ingat engga empat tahun lalu, kita bertemu di bawah jembatan layang grogol ?
Saya agak lama mencoba mengingat “ Ah ya kamu mahasiswi yang jadi volantir membantu anak jalanan belajar” 
“ Ya betul.”
“ Gimana kabarnya. Kenapa engga inbox saya ?“
“ Kabar baik. Saya sungkan inbox bapak. Apalagi kalau ingat nasehat bapak agar saya memperkaya pengetahuan agar dapat menyampaikan narasi spiritual untuk bisa diterima oleh siapapun. Saya berusaha mencoba tapi selalu gagal. Tapi lewat tulisan bapak saya semakin merasa punya ayah yang terus mendidik saya cerdas beragama”
‘ Sudah selesai kuliahnya ?
“ Sudah dua tahun lalu.”
“ Kerja apa sekarang ?
“ Saya bekerja di UNHCR Hong Kong. “
“ Wah hebat kamu ?
“ Alhamdulilah. Saya niatkan dalam hati dan saya kuat pikiran saya untuk memberi kepada siapa saja sebisa saya. Berkar komunikasi dengan teman teman blogger , saya dapat akses untuk ikut dalam kegiatan kemanusiaan, bukan hanya di Indonesia tapi juga di luar negeri. Dari sanalah saya mengenal banyak orang dari segala bangsa, dan lintas agama. Setamat kuliah, dapat beasiswa ke Inggeris, dan kemudian bekerja di UNHCR. Itu juga berkat rekomendasi dari teman teman yang telah lebih dulu bergiat sebagai volantir. “
“ Sudah menikah ?
“ Insya Allah tahun ini menikah. “
“ Dapat orang mana?
“ Francis.”
“ Tentu dia orang hebat?
“ Biasa saja. Dia muslim yang taat. Itu saja yang penting dan juga seorang dokter bedah”
“ Ternyata kalian memang dipertemukan. Sama sama suka tugas kemanusiaan. Orang baik akan bertemu orang baik dan tentu nasip baik senantiasa menghampir kalian. “
“ Amin Ya Allah. “
“ Tidak ada orang yang tidak berguna bagi orang lain selagi dia mau meringankan beban orang lain, memaafkan orang lain, dan mendoakan kebaikan orang lain. Bukan berapa banyak yang kita beri tapi seberapa besar cinta yang kita beri. Dan kamu telah melakukan dakwah nyata, bukan hanya lewat kata kata tapi perbuatan untuk cinta. Kamu lebih hebat dari saya."

***


Minggu, 25 Juni 2017

Suara kebencian

Teriakan “ Kafir “ itu seperti mengapung di udara. Menyelesup ke rumah-rumah kampung kumuh. Karena hampir setiap hari mendengar orang teriak “ kafir “ dengan nada kebencian maka para warga pun tak terlalu peduli.
Tapi ketika sampai setiap ada acara keagamaan ucapan Kafir kebencian itu terus terdengar, sebagai warga Somad pun menjadi mulai terganggu. Tiba-tiba saja teriakan itu seperti mengingatkan pada banyak ketidak adilan yang ingin mereka perangi. Teriakan itu jadi mirip cakar kucing yang menggaruk-garuk dinding rumah. Bagai mimpi buruk yang menggerayangi syaraf dan minta diperhatikan. Somad yang jengkel langsung mendatangi pos ronda.
”Sakit telinga saya mendengar ceramah di masjid itu. Apalagi pakai Toa?!”
”Apa dia tak lagi punya urusan yang harus dikerjakan selain bilang orang lain kafir dengan kebencian. Ini sudah keterlaluan!”
”Sebaiknya diingatkan jangan terus ceramah dengan hujatan. Dulu kita aman aman saja kok,” sergah warga lainnya.
”Ah paling juga itu ceramah menjelang Pilkada. Maklum banyak ustad bayaran,” ujar seorang peronda. ”Ia marah karena calon yang didukungnya kalah pada putaran pertama.”

Orang-orang terdiam. Mendadak saja mereka teringat Udin yang orang tuanya meninggal dilarang di sholatkan di Masjid, kemudian di hujat ramai ramai karena mendukung paslon petahana yang kafir. Belum puas menghujat dengan sebutan kafir, mereka minta agar Paslon itu segera di penjarakan tanpa menunggu proses Pilkada. Apalagi yang harus di tunggu? bukankah sudah jelas sebagai tersangka? Adakah yang lebih mengerikan dari aroma kebencian yang tak ada akhir ini?

Somad segera menuju masjid. Kebetulan hanya ada penjaga masjid. Tak ada teriakan kebencian dari dalamnya. Namun suara kebencian itu mengambang di udara entah berasal dari mana. Seperti menggenang dan mengepung. Somad sudah sambangi tokoh masyarakat agar suara kebencian dari pengeras suara masjid di hentikan. Ini sudah tidak sehat. Apa kita mau perang seperti di Suriah? Dari dulu orang betawi itu hidup damai berdekatan dengan orang china, arab, india, bahkan bule sekalipun. Budaya betawi juga kebanyakan mengadobsi budaya dari berbagai bangsa termasuk Arab dan China. Kenapa sekarang suara kebencian itu selalu karena perbedaan agama dan etnis? 

Berhari-hari suara kebencian itu terdengar timbul-tenggelam meniupkan amarah  yang menakutkan bagi warga non muslim. Hidup sudah sedemikian penuh ruwet kenapa pula mesti ditambah-tambahi mendengarkan suara kebencian yang begitu menakutkan sepanjang hari seperti itu?

”Ini sudah tidak sehat. Demokrasi sudah tercemar. Engga ada lagi pesta ceria demokrasi!” geram Somad. ”Bukannya saya melarang orang berdakwah, tapi ya tahu diri dong. Masak marah dan benci nggak berhenti-henti begitu.” Lalu Somad mengadu pada Pak RT.
”Kami harap Pak RT segera bicara dengan pengurus masjid agar kurangi orang yang ceramah mengajak kepada kebencian…”
”Lho, apa salahnya ustadz ceramah. Kadang kebencian itu perlu di sampaikan secara vulgar agar umat tahu mana yang salah dan mana benar,” ujar Pak RT.
”Kalau ceramahnya sekali sekali sih nggak papa. Kalau terus-terusan kan saya  jadi terganggu.”
”Terus terang, warga lain juga jadi ikut-ikutan terpengaruh karenanya.”
”Jadi kebawa pingin revolusi mampusi semua orang kafir…”
”Itu namanya mengganggu ketertiban!”
”Pokoknya mereka itu harus segera diamankan!”

Pak RT segera menghubungi Ketua RW, karena barangkali yang terus-terusan membakar emosi kebencian itu dari kampung sebelah. Seminggu lalu memang ada warga kampung dekat pembuangan sampah yang hampir bonyok di kroyok massa karena menolak rumahnya di pasang stiker anti paslon kafir.  Namun Ketua RW menjelaskan kalau suara kebencian itu memang terdengar di seluruh kampung.
”Warga seberang rel juga cerita, kalau mereka siang malam mendengar suara kebencian itu,” kata Ketua RW. ”Makanya, kalau sampai nanti ba’da Isya suara teriakan benci itu terus terdengar, saya mau lapor Pak Lurah.”

***
Pada hari ke-3, suara kebencian itu terdengar makin panjang dan menakutkan. Suara kebencian itu terdengar begitu dekat, dan itu datang dari masjid yang seharusnya menyuarakan kedamaian dan cinta. kebencian itu seperti air banjir yang meluber ke mana-mana. Orang-orang mendengar kebencian itu makin lama makin sarat hujatan dan amarah. Kebencian yang mengingatkan siapa pun pada kesiapan untuk berjihad dalang perang bau amis darah.  Siapakah yang menggerakan agar kebencian itu terus diperdengarkan di setiap kotbah di masjid masjid.  Bila orang itu membenci karena ketidak adilan, pastilah itu karena kebencian yang benar-benar tak bisa lagi di maafkan. Tapi justru cara mereka bersikap itu menciptakan ketidak adilan bagi orang yang berbeda paham.  

Pada hari ke-17 seluruh kota sudah digelisahkan suara kebencian itu. Para Lurah segera melapor Pak Camat. Tapi karena tak juga menemukan gerangan siapakah otak dibalik  suara kebencian ini, Pak Camat pun segera melapor pada Walikota, yang rupanya juga sudah merasakan kegelisahan warganya karena suara kebencian yang terus-menerus terdengar di masjid. Suara kebencian itu telah benar-benar mengganggu karena orang-orang jadi tak lagi nyaman. Kebencian itu makin terdengar ganjil ketika menyelusup di antara bising lalu-lintas. Suara kebencian itu telah menjadi teror yang menyebalkan. Radio dan koran-koran ramai memberitakan. Mencoba mencari tahu siapakah otak yang terus- menerus meniupkan kebencian itu.

Orang-orang hanya bisa menduga dari manakah asal suara kebencian itu. Siapakah yang tahan terus- terusan mendengar suara kebencian seperti itu.
”Mungkin itu repliksi suara rakyat  yang selama ini diam dimiskinkan”
”Mungkin itu suatu ujud kemarahan rakyat kepada petahana yang menggusur rumah mereka.”
”Mungkin itu repliksi dari rakyat yang ingin masuk sorga semua karena merasa bela agama…”
”Barangkali itu cara membuat rakyat melupakan hidup yang tak ramah…”
”Barangkali itu suara pedagang kaki lima yang digusur”
”Atau bisa jadi itu teriakan kemarahan para mucikari karena lapaknya di digusur dan ditutup…”
”Mungkin teriakan kemarahan para pengusaha real estate yang gerah karena di palakin petahana yang kafir…”

Hingga hari ke-65 suara kebencian itu makin terdengar penuh amarah dan membuat Walikota segera menghadap Gubernur. Ternyata Gubernur memang sudah mendengar tentang kebencian yang terdengar hingga ke seluruh kota. Kebecian itu bagai mengalir sepanjang jalan sepanjang sungai sepanjang hari sepanjang malam, melintasi gang gang kumuh perkotaan. 

Pada hari ke-92 para menteri berkumpul membahas laporan Gubernur perihal kebencian yang telah terdengar ke seluruh kota. Kebencian itu bahkan terdengar begitu menakutkan ketika melintasi gang-gang becek di Ibu Kota. Terdengar aroma amis darah di gemerlap cahaya lampu gedung- gedung menjulang hingga setiap orang yang mendengar seakan amuk massa Mey 1998 akan terjadi lagi.

”Apakah kita mesti melaporkan hal ini pada Presiden?” kata seorang Menteri. Menteri yang lain hanya diam.
***
Pada hari ke-100, Kebencian itu bukan hanya terdengar sayup sayup tapi sudah menjelma menjadi gerombolan massa yang berduyun duyun datang ke istana dengan  kendaraan komando yang dilengkapi toa.  Menteri menghadap presiden
”Ada apa?”
”Awalnya hanya suara kebencian di masjid dan sekarang kemarahan menuju istana”
” Itu bukan kebencian yang akan merobek bangsa ini. Itu hanya simponi indah mengingatkan kita bahwa masih banyak PR yang harus kita kerjakan. ingatlah bahwa setiap kebencian itu datang karena ada cinta dihati orang.  Hanya saja kita selama ini menganggap semua baik baik saja. Biarkan mereka datang ke Istana. Biarkan semua oran tahu. Biarkan dunia tahu. Biarkan suara itu tersiar keseantero dunia. Ini revolusi mental. Benar benar perang urat saraf. Bahwa demokrasi kita sedang diuji kedewasaannya.”
”Jadi solusinya …”
”Kita akan menguji sejauh mana hukum bekerja. Apakah sistem kita udah kuat menjaga pihak intolerance ataukah hukum kita terlalu lemah menjaga NKRI. Sehingga kita tahu apa yang kurang kita perbaiki dan yang baik kita tingkatkan. Mereka hanya ingin di dengar dan diperhatikan.”
“ Tapi itu sudah tidak adil. Bisa membuat petahana di rugikan secara politik”
“ Kekalahan petahana juga adalah bagian dari solusi walau pahit. Ya namanya politik, ya begitu. Tapi itu akan jadi pelajaran agar besok besok tidak akan terjadi lagi. Negeri ini tidak akan jatuh karena perbedaan paham tapi akan mudah hancur karena ekonomi salah urus.  Focus aja kepada program pembangunan ekonomi dan pastikan rakyat merasakannya. Semua akan baik baik saja.. “
“ jadi bagaimana dengan mereka yang datang ramai ramai itu”
“ Ya biarkan saja. Saya terus kerja. Hari ini saya akan meninjau proyek perluasan Bandara. Sore baru kembali ke istana. Aparat sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk mengamankan negeri ini. “
“ Kita udah tahu siapa otaknya ?
“ Mereka juga hanya berusaha survival dengan perjuangannya dalam politik. Jadi biasa saja. Engga usah di kawatirkan. Besok juga mereka akan datang dan minta maaf. Semua akan indah saatnya.


Sabtu, 24 Juni 2017

Value persahabatan...

Aku sendiri, ketika itu sedang berada dalam salah satu fase yang sangat genting dalam hidupku. Boleh kubilang ketika itu hidupku tak punya arah sama sekali. Benar bahwa aku baru saja memulai bisnis di zuhai. Sesuatu yang baru dari dunia yang baru sama sekali. Dunia yang dulu kutekunin berakhir karena krismon akibat negara salah urus moneter. Ku tinggalkan semua harapan di Indonesia dan mencoba nasip di negeri dengan 1,8 miliar penduduk. Aneh dan beresiko. 

Satu demi satu sahabat pergi meninggalkanku. Hanya istri yang memberikan semangat untuk berani hijrah. Meyakinkanku bahwa semua hal dirumah akan baik baik saja selama aku berjuang dirantau. “ Jangan ragu melangkah. Anak anak butuh hero. Dan itu hanya kamu. “ Singkat pesan istriku namun pesan itu membuat aku punya prinsip sekali melangkah no way return. Kemungkinan gagal lebih besar daripa sukses. Apalagi dengan bekal uang tak seberapa. Hanya cukup untuk bertahan hidup tak lebih 3 bulan. Itupun aku harus bersiasat agar tidak kena overstay visa dinegeri orang. Aku tahu banyak lelaki berlari dari masalahnya. Dan tidak bagiku. Aku harus mencari jalan untuk menyelesaikan masalah walau itu hanya setitik noktah yang tak bermakna. Melangkah keluar adalah takdir bagi seorang laki laki. 

Masih segar dalam ingatanku pertemuan kita yang pertama di Wanchai tempat dimana banyak orang asing sama seperti ku menenggelamkan dirinya dengan minuman dan harapan. Dibalik Gedung cafe itu , ada Financial Center tempat harapan menang dan tentu kalah di gelar oleh bursa yang bukan 24 jam. Di sebuah cafe itulah kita bertemu. Aku harus berterima kasih kepada Mark sahabatku orang Swiss itu. Karena kalau tidak dari dia manapula aku tahu cara efektif mendapatkan network di kota kosmopolitan Hong kong ini.  Aku tidak merasa asing di lingkungan itu.Karena di Jakarta aku sudah terbiasa. Namun melihat wanita di cafe yang tak jelas mana hoker dan tidak. Itu yang membuat aku bingung. Aku lebih memilih untuk focus dengan teman teman Mark yang dikenalkan kepadaku. Kamu datang ke table ku. Alasannya hanya karena aku orang asia ditengah para bule sahabatku. Kamu tertarik kenalan. 

Aku masih ingat, kamu menjerit histeria dan memelukku ketika pertama kali tahu bahwa aku dari Indonesia. Ya, Indonesia, kamu sangat mencintai negeri itu. Entah mengapa, banyak orang yang pernah ke Indonesia, akan jatuh cinta dengan negeri itu. Dan bukan cinta sembarang cinta, tetapi cinta mati yang sangat mendalam. ”I love Indonesia so much,” katamu.

Dan sejak itu kita jadi sering bertemu. Aku tahu kamu berkarir di sebuah perusahaan investasi yang khusus mengelola dana private. Mungkin karena kesamaan pengetahuan kita jadi akrab. Kuhormati kamu karena tidak minum alkhol karena aku juga tidak, Tapi apa peduli ku. Mungkin saja kamu sedang berusaha ramah terhadapku. Hidup ini, katamu, yang diperlukan adalah semangat untuk memulai dan tahu dari mana memulainya dan tahu pula kapan harus keluar. Itu orang cerdas. Aku bersimpati akan sikap hidupmu. Dalam dunia keuangan, katamu orang kadang tidak butuh terlalu pintar tapi kehebatan merebut hati orang lain untuk dipercaya, itulah yang penting. Selanjutnya banyak hal dapat sinergikan dalam posisi equal. 

Sejak itu kita semakin sering bersama. Sekadar minum bir. Nonton film. Main bowling. Sekadar menyapa MSN messenger. Atau saling mendengarkan keluhan masing-masing. Aku takkan pernah lupa ketika suatu malam kamu datang mengetok kamarku dengan wajah yang amburadul seperti lalu lintas Jakarta dan mengajakku keluar.

Sepanjang perjalanan ke kawasan Central , oh ya kita selalu jalan kaki dari Time Square Hong Kong, kecuali pernah satu kali kita nongkrong di Wanchai  ketika aku membawamu pakai taksi dari Exelso hotel pada malam menjelang subuh itu, kamu bercerita tentang tasmu yang hilang. Kartu-kartumu yang ada di dalamnya. Kartu kredit, kacamata, serta HP-mu dengan stiker gambar yang sangat kamu sayangi. Beberapa hari kemudian kita mencoba mencarinya. Karena ada orang yang mengirim e-mail padamu dan mengatakan bahwa ia menemukan Tas mu. Kita ke sana, sebuah apartemen di kawasan Aberdeen. Agak kaget pada awalnya. Karena kamu berjanji dengan seorang perempuan, tetapi yang menerima kita malam itu adalah seorang lelaki yang mengaku sebagai pacarnya. ”I don’t believe that man,” katamu begitu kita meninggalkan rumah itu. Agak aneh memang karena orang itu tidak menyebutkan di mana dia menemukan tasmu. Dia bilang dia lupa karena ketika itu lagi mabuk. Apa boleh buat, kita sama-sama tidak percaya pada orang itu. Tetapi, tidak ada alasan yang cukup untuk menyatakan kecurigaan padanya.

Entah berapa bar yang sudah kita singgahi di seputaran Wanchai, aku sudah tidak ingat. Atau Bar Spicy. Aku suka suasana di sana. Senang karena tidak sebesar bar-bar di seputaran Wanchai, ada ruang bebas merokok sepuasnya diteras , dan tentu saja tertawa. Aku senang kalau kamu senang, katamu suatu ketika. Dan aku pun demikian. Tak masalah, meski aku yakin kalau ada orang yang mendengarkan kita, kadang-kadang pasti akan merasa janggal. Bagaimana tidak janggal, ketika aku tanya kamu bagaimana rasa bir gratis pada gelas besar yang kamu dapat dari bartender sebagai hadiah ulang tahunmu itu, kamu menjawabnya dengan sendawa dan menyambungnya sesaat kemudian, ”That’s all my answer”. Ha-ha-ha… orang-orang bule tidak suka dengan sendawa. Mereka menganggap itu tidak sopan. Tetapi, kita tertawa sambil salah satu telapak tangan kita beradu di udara.

Kamu suka sekali musik dan berdansa. Aku, sebenarnya tidak terlalu familiar dengan suasana itu. Tetapi, kamu begitu sabar. Menata gerakanku yang menurutku tidak selaras sama sekali. Atau, persisnya aku mengikuti iramamu saja. Aku bisa bilang begitu karena ketika kamu memegang tanganku, aku hanya membiarkanmu saja menariknya ke sana kemari.
”I’m a cow,” kataku suatu ketika soal selera musik dan dansaku.
”No, do not say that, you are not a cow,” balasmu
“”Yeah.., following another cow.”
”What? Ha-ha-ha….”

Harus kuakui memang, untuk urusan berdansa dan bernyanyi, aku memang idiot dan hampir-hampir tak punya ide soal gerakan apa yang akan kulakukan. Mungkin aku harus ngambil kursus salsa suatu saat. Sementara ini tidak masalah, semuanya berjalan lancar pada malam itu. Kita bergoyang sampai larut. Meskipun sebenarnya beberapa kali aku hanya duduk dengan birku dan merokok sambil tersenyum-senyum melihatmu yang bergoyang lepas mengikuti irama musik.

”I’m a girl baby, I’m a girl baby,” katamu salah tingkah ketika aku memergokimu sedang berkaca di dinding bar sambil mengibas-ngibaskan rambutmu. Aha.., aku tambah tersenyum melihatmu begitu. Itu momen belum tentu datang seratus tahun sekali. Sayang sekali aku tak bisa melihat rona wajahmu ketika itu karena lampu bar yang remang-remang. Jadi aku cuma bisa menebak-nebak saja. Dan tentu saja aku takkan menceritakan seperti apa wajahmu dalam tebakanku. Yang jelas, malam itu aura perempuanmu benar-benar keluar. Jauh dari penampilanmu di hari-hari biasa yang sedikit tomboi.

Malam semakin larut. Dan kita merasa lapar. Seperti biasa, titik berikutnya adalah penjual makanan  India, kebab yang buka 24 jam. Biasanya kita makan lebih banyak diam. Tetapi, malam itu kamu terus mengoceh. Sementara aku tak banyak bicara. Mungkin karena aku lapar, atau juga mungkin karena aku memang serius makan. Dari sana kita pindah ke East Tsim Sham Shui dikawasan Kowloon. Aku pikir waktu itu sudah sekitar pukul 3 pagi. Sebatang rokok di kursi panjang. Begitu rapat kita duduk karena memang pagi semakin dingin di pinggir dermaga. Apalagi kalau tiba-tiba ada angin. Meski tak kencang, tapi bagiku itu sangat menyiksa. Dinginnya terasa sampai ke tulang.

Perjalanan pulang ke Causeway bay penuh dengan tawa. Tidak ada hujan, tidak ada badai, tetapi kita bersedekat. Satu dua orang melihat dan mendengarkan teriakan kita, kemudian sambil tersenyum mereka berlalu. Beberapa orang yang kita teriaki pagi itu sama sekali tidak menoleh, mungkin mereka sudah sering melihat pemandangan seperti kita Ketika kita melihat dua orang laki-laki hitam berdansa di tengah jalan mengikuti gerakan cahaya lampu bergerak yang datang dari salah satu puncak bangunan di sekitarnya. Barangkali kata-kata bermakna sama diucapkan diam-diam oleh orang-orang yang kita teriaki pagi itu. Tidak ada urusan. Kita tetap tertawa. Apalagi setelah kamu bilang bahwa kamu hampir percaya bahwa matahari sedang mengintip. Aku menghentikan taksi untuk kembali ke Exelsior hotel. Kamu melambaikan tangan. Besok sorenya kita bertemu kembali. Kamu mendengarkan semua rencanaku. Dengan dukungan network yang kamu punyai membuka jalan bagiku mendapatkan harapan.

Berawal ketika aku mendapatkan kontrak ekspor Garmen atas pesanan dari Mondial group di Spanyol. Kamu yang memperkenalkan aku dengan jaringan supply chain di Shenzhen  untuk aku dapat melakuan proses produksi melalui pabrikan yang kubayar sesuai jumlah produksi. Engga bisa dibayangkan itu terjadi di Indonesia. Bagaimana mungkin, tanpa pabrik tapi aku bisa memanfaatkan semua sumber daya bisnis di China untuk bertidak sebagai eksportir pabrikan. Berbulan bulan berlalu, usahaku berkembang. Bukan hanya garmen tapi juga sampai kepada electronic. Dengan cara yang sama. Hanya modal market dan kontrak aku bisa memanfaatkan semua suplai chain China. Tahun kedua aku sudah merencanakan membangun pabrik Garmen dan Electronic. Kemudian tahun tahun berikutnya aku masuk dalam bisnis private equity dengan specialis LBO. Itu semua tidak akan terjadi tanpa dukunganmu yang luar biasa. Dari membantuku mendirikan perusahaan, mendapatkan network, sampai mendapatkan dana untuk biaya operasional.

***
2004
Datang SMS “When the world is ready to fall on your little shoulders, And when you're feeling lonely and small, You need somebody there ..” Aku tersenyum. Kamu selalu begitu bila ingin bertemu denganku. Petikan lagu you are only lonely adalah ciri khasmu untuk mengingatkanku bahwa aku tidak sendirian. Setelah kesibukan dalam bisnis ku, kita  tidak sering bertemu. Namun blla bertemu ,kamu pendengar yang baik dan tahu menempatkan diri secara pantas dihadapanku. Karenanya aku juga menjaganya dengan baik. Persahabatan kita terjalin dengan baik walau tanpa sex. Kamu selalu ada untuk ku dalam situasi apapun walau aku sendiri kadang tidak punya waktu cukup banyak untuk kebersamaan denganmu.”I realize between us.. I understand you my dear brother…Bagaimanapun aku berusaha selalu untukmu.

Suatu hari kamu menghubungiku via telp. Kebetulan aku lagi di Bankok. Dengan terisak kamu mengabarkan bahwa kamu terjebak dengan shark loan karena harus menolong orang tuamu sakit. Selama ini kamu berusaha tidak menceritakan keadaanmu karena kawatir aku mengkawirkanmu. Namun kini kamu  tidak sanggup lagi mengatasinya. Hidup sebagai single parent bertahun tahun tidak mudah tentunya. Kamu berniat menjual Ginjalmu sebagai solusi. Dengan lembut aku katakan bahwa kamu  akan baik baik saja. Kita akan mengatasinya sama sama.

Kamu sudah tidak lagi bekerja karena memikirkan hutang yang tidak mungkin kamu bayar dengan gajimu. Kamu memikirkan anakmu. Aku menunggu sikapmu meminta namun kamu tetap tidak pernah meminta. Ingin aku menolongmu seketika. Namun tak satupun kata kamu meminta ku mengasihanimu. Kamu berusaha nampak tegar. Menurutmu kebersamaan denganku lebih dari cukup untuk kamu merasa nyaman bahwa kamu tidak sendirian. Kamu  akan baik baik saja, demikian kesan yang kamu sampaikannya ketika bertemu.

Teringat awal aku merintis usaha, pengorbananmu membantuku menghadapi peliknya berhadapan dengan lembaga keuangan di Hong Kong dan tanpa lelah kamu  berusaha meyakinkan banyak pihak agar mendukungku. Menurutmu apa yang kamu lakukan semua itu tulus sebagai sahabat. Tapi kini, aku tidak mengerti mengapa kamu terkesan tidak menginginkan aku menolongngmu.Apakah persahabatan selama ini tidak memungkinkan aku peduli denganmu. Apalagi kini kamu tidak punya penghasilan dengan beban anak yang harus ditanggung.  Belum lagi hutang yang harus dibayar.

Akhirnya aku dapat berdamai dengan diriku sendiri. Bagaimanapun prnsipmu dapat aku hargai. Bahwa sudah sifatmu tidak ingin meminta, kecuali memberi. Dan itu sudah dibuktikan selama bersahabat denganku. Aku mengundangmu makan malam untuk sebuah solusi. Dengan hati hati aku katakan bahwa aku punya peluang bisnis untuk trade financing transaksi Batu bara. Bahwa ada sebagian buyer China tidak selalu accepted beli batubara dari Indonesia dengan LC.Mereka hanya mau bayar lewat TT setelah barang sampai dipelabuhan pembeli. Sementara sebagian seller dari Indonesia tidak nyaman menjual batubara tanpa LC. Nah tugasmu adalah sebagai payment gate way dan settlement agent. Busines nya solution provider. Menawarkan solusi keterbatasan dan hambatan antara pembeli dan penjual. Aku tahu bahwa kamu punya pengalaman dan network dengan lembaga keuangan di Hong Kong.

Dengan airmata berlinang kamu menatapku .Aku  tahu kamu terharu dengan tawaranku. Secepatnya aku remas jemarimu untuk menentramkan batinmu bahwa aku peduli denganmu dan berharap kamu mengerti sikapku. Sehingga kamu  tidak perlu sungkan lagi terhadapku.. Keesokannya aku membantumu mendirikan perusahaan dan dengan setengah manja kamu  minta aku bersama sama denganmu sebagai pemegang saham. Aku menyetor modal awal agar kamu  dapat menjalankan rencana bisnismu. Kamu  berjanji akan bekerja keras dan tidak akan mengecewakanku..

Selama tahun tahun perjuangan mengembangkan bisnis itu kamu sudah jarang bertemu denganku  kecuali kirim email atau bicara lewat skype. BIla betemu kadang kamu nampak murung karena tidak punya waktu cukup kebersamaan denganku.Dengan tegas aku katakan bahwa aku akan baik baik saja. Kamu  tidak perlu merasa bersalah.Kebahagiaanku  adalah bila kamu dapat berhasil melewati hidup yang tidak ramah ini. Berkat kerja keras, kamu  sudah bisa membayar hutangmu.Dua tahun kemudian kamu  berhasil mengirim putramu melanjutkan pendidikan ke Universitas di Canada. Hidupmu sudah mapan. 

Satu saat pada makan makan malam , dengan airmata berlinang kamu berkata bahwa aku telah melakukan banyak hal untukmu. Sementara kamu merasa tidak pernah melakukan apapun untukku. Rasanya kamu tidak pantas mendapatkan kehormatan ini. Dengan tersenyum aku katakan bahwa kamu adalah sahabatku yang harus kujaga, dan kamu sudah membuktikannya bagaimana kamu selalu menjagaku. Bukan soal siapa memanfaatkan siapa, tapi memang persahabatan ini berkah yang sangat luar biasa bagiku. Di negeri orang aku seorang diri. Tidak ada keluarga dan tidak sahabat. Hanya kamu sahabat yang dikirim Tuhan ujntuk menuntunku dalam hijrah mendapat rezeki Tuhan. Usai makam malam kita keluar dari restoran menyusuri jalan. Aku membuka jas agar kamu kenakan untuk menahan dingin malam di musim semi itu dan kamu merapatkan tubuhmu agar aku merasa hangat. Selalu dalam setiap moment kita saling menjaga dan memberi tanpa perlu bertanya ...itulah sahabat..